Foto siapa yang
Anda unggah di Instagram, Facebook, Path, dan sejenisnya. Opini atau
cerita siapa yang anda kemukakan di status media sosial? Ya, Anda. Dengan kata
lain: “Aku”. Semua yang menjadi perhatian dalam dunia cyber adalah
“Aku”. Semua cerita berisi tentang “Aku”. Tulisan, gambar, foto, atau video
yang diunggah merupakan bentuk “presentasi diri” setiap individu, setiap "aku".
Dunia maya merupakan tempat di mana kita semua membangun “identitas diri” seperti yang kita inginkan—terlepas dari benar atau palsu. Kita ingin identitas diri ini disukai oleh banyak orang, memiliki banyak pengikut dan selalu mendapat perhatian. Salah satu fenomena yang muncul kemudian adalah apa yang disebut “mikroselebriti” di mana seseorang memiliki banyak pengikut dan terkenal di kalangan pengguna media sosial.
Dunia maya merupakan tempat di mana kita semua membangun “identitas diri” seperti yang kita inginkan—terlepas dari benar atau palsu. Kita ingin identitas diri ini disukai oleh banyak orang, memiliki banyak pengikut dan selalu mendapat perhatian. Salah satu fenomena yang muncul kemudian adalah apa yang disebut “mikroselebriti” di mana seseorang memiliki banyak pengikut dan terkenal di kalangan pengguna media sosial.
Menurut Castells
(2014), “Masyarakat jaringan” (network society) kita saat ini adalah
produk revolusi digital dan beberapa perubahan sosiokultural utama. Salah
satunya adalah bangkitnya masyarakat “Me-centered,” berpusat pada aku,
yang ditandai oleh peningkatan fokus pada pertumbuhan individu dan memudarnya
masyarakat yang dipahami dari segi ruang, pekerjaan, keluarga, dan lainnya.
“Masyarakat Aku”
berarti setiap individu memiliki kebebasan untuk mengekspresikan diri. Setiap
individu bebas untuk mengungkapkan pendapat pribadinya, menyampaikan kritik dan
masukan. Setiap individu bebas membagikan informasi yang dimilikinya—tidak
peduli benar atau salah. Risikonya, setiap orang pun dapat menyampaikan segala jenis emosi yang
dirasakannya—meliputi kesedihan, kemarahan, dan kegembiraan—sebagaimana adanya
kepada publik atau warganet. Bahkan
lebih dari itu, setiap orang dapat melakukan penghinaan, provokasi, pornografi,
bullying, penyebaran informasi salah,
hoaks, dsb. Maka “masyarakat Aku”
merupakan masyarakat yang mengalami campur aduk antara iklim yang segar dan
sehat maupun tumpukan sampah tak berguna atau malah berbahaya.
Anda bisa
bayangkan sendiri, bagaimana setiap individu yang berinteraksi dalam dunia semacam
itu? Seperti apa pola pikir dan kepribadiannya? Seperti apa opini dan sikapnya? Tidak semua orang
memiliki kesadaran, sikap kritis dan akal sehat menghadapi semua hal yang
tersaji di dunia maya.
Sahrul Mauludi